Template Information

Home » » Komunitas Tuna Rungu Menari dengan Iringan Musik Rap

Komunitas Tuna Rungu Menari dengan Iringan Musik Rap

Written By Unknown on Sabtu, 22 September 2012 | 00.53.00

Karanganyar — Komunitas Deaf Art Community (DAC) Yogyakarta menampilkan perpaduan musik rap dan hip hop dalam acara Seni Srawung Teater Suara, di Padepokan Lemah Putih, Kompleks Taman Budaya Desa Plesungan, Karanganyar, Minggu (9/9) . Tarian hip hop yang dipadukan dengan musik rap tersebut mungkin menjadi biasa jika disuguhkan untuk orang normal. Namun, berbeda dengan kebanyakan orang, seluruh anggota DAC tersebut mengalami keterbatasan yaitu tidak bisa mendengar (Tuna Rungu/Deaf). Laiknya orang normal, mereka menari berdasarkan alunan musik rap yang disuarakan oleh dua orang penyanyi. Seakan tidak menjadi kendala bagi mereka akan keterbatasan yang mereka miliki. Pendamping sekaligus penerjemah kominitas DAC, Broto Wijayanto mengatakan, mereka bisa merasakan getaran suara dari alunan lagu rap yang dilantunkan. Melalui getaran tersebut mereka menyelaraskan dengan gerakan hip hop. “Melalui getaran mereka bisa merasakan musik yang dihasilkan,” ujarnya. Broto menerangkan, dirinya tidak melatih mereka untuk bisa menari hip hop seperti itu. Namun, mereka belajar sendiri melalui media video di internet. Setelah mengunduhnya, baru dipelajari bersama tentang gerakan tersebut. Di satu sisi Broto bersyukur karena masih diberikan Tuhan indra yang lengkap tanpa kurang suatu apapun. “Mereka semua bisa menari seperti ini bukan saya yang mengajari, namun saya hanya sebagai pembimbing mereka, untuk pengembangannya saya serahkan sepenuhnya kepada mereka disamping itu dengan mengenal mereka, saya merasa bersyukur karena Tuhan masih memberikan kepada saya indra tanpa kurang satu apapun,” ungkapnya. Ditanyai tentang gerakan hip hop yang diangkat oleh komunitas tersebut, Ari, salah satu anggota DAC, melalui penerjemahnya Broto, mengungkapkan, bahwa tarianlah yang merupakan bahasa universal. Melalui gerakan tubuh mereka bisa menyampaikan pesan tanpa perlu mendengar. Malam itu, penonton seakan dibuat terkesima sekaligus dunia terbalik. Terkadang kita yang terbiasa mendengarkan suara untuk memahami maksud orang lain dipaksa untuk memahami gerak untuk memahami sesamanya.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe me

Subscribe via RSS Feed If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.


 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Bengawan Pos - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger